IDMEDIA.ID, MAKASSAR – Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Institut Turatea (INTI), Ali Syahban Amir, baru-baru ini meraih prestasi luar biasa dengan terpilih sebagai pembicara utama di ajang internasional yang digelar di Singapura.

Dalam kesempatan tersebut, alumnus Universitas Muhamadiyah (Unismuh) Makassar ini mempresentasikan sebuah topik yang mendalam dan relevan dengan dunia pendidikan saat ini, yakni *”Traditional Knowledge as Ecological Intelligence: An Ecopedagogy Study”*
Diketahui, konferensi yang berlangsung pada 3 sampai 4 Maret 2024 ini, bertajuk *Singapore International Conference on Teaching, Education & Learning*, diadakan di The National University of Singapore Society (NUSS), Suntec City Guild House.
Konferensi ini mengumpulkan para akademisi, praktisi, dan peneliti dari berbagai belahan dunia, termasuk negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Australia, Taiwan, Malaysia, dan Indonesia.

Namun ada yang menarik dalam presentasi yang ditampilkan Ali Syahban Amir, dimana putra asli Sulawesi Selatan (Sulsel) ini menyoroti betapa pentingnya pengetahuan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat adat, untuk didokumentasikan dan diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan.
“Pengetahuan tradisional bukan hanya merupakan warisan budaya yang berharga, tetapi juga bisa menjadi sumber daya yang sangat penting dalam pembelajaran di sekolah-sekolah,” kata dia.
Menurutnya, pendidikan di Indonesia perlu melibatkan konsep-konsep yang lebih holistik, seperti *ecopedagogy* yang berarti pendekatan pendidikan yang berfokus pada kesadaran ekologis dan hubungan manusia dengan alam.
“Dengan mendalami pengetahuan tradisional, siswa dapat memperoleh wawasan yang lebih mendalam tentang kearifan lokal dan cara-cara hidup yang ramah lingkungan, yang sudah diwariskan oleh nenek moyang,” ucapnya.
Selain itu, Ali juga menekankan pentingnya konservasi etnik dan budaya daerah sebagai bagian dari identitas bangsa Indonesia. Etnik dan budaya daerah, menurutnya, adalah bagian yang tidak terpisahkan dari identitas nasional yang harus dijaga dan dipertahankan.
**Keterkaitan Antara Literasi Digital dan Ilmu Interdisipliner**
Sebagai seorang akademisi yang juga tengah menyelesaikan studi doktoralnya di Universitas Negeri Makassar (UNM), Ali telah lama tertarik pada literasi digital dan penerapannya dalam pendidikan.

Dalam konferensinya, ia juga membahas bagaimana literasi digital bisa menjadi jembatan untuk menghubungkan berbagai bidang ilmu yang bersifat interdisipliner, seperti ecoliteracy (literasi ekologis), ekolinguistik, hingga *ecopedagogy* itu sendiri.
Ali menekankan bahwa dengan mempelajari digital literasi, berbagai kolaborasi lintas disiplin ilmu bisa tercipta, yang pada gilirannya akan memperkaya dunia pendidikan dan meningkatkan kualitas pembelajaran di Indonesia dan dunia.
*Membangun Jejaring Global untuk Pendidikan yang Lebih Baik*
Ali Syahban Amir juga menyampaikan pentingnya bagi para dosen untuk terlibat dalam forum-forum internasional seperti ini. Selain memperluas jejaring global, partisipasi dalam konferensi internasional juga memberikan kesempatan untuk mendapatkan wawasan terbaru dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan.
“Forum internasional seperti ini sangat penting untuk mengait jejaring global, memperluas pengetahuan, dan mendapatkan feedback dari berbagai perspektif keilmuan. Saya harap di konferensi berikutnya, saya bisa datang bersama rekan-rekan sivitas akademika INTI untuk memajukan almamater kita,”kata Ali.
Dalam kesempatan tersebut, Ali juga menekankan pentingnya memperkenalkan ciri khas Institut Turatea (INTI) ke dunia internasional. Ia percaya bahwa dengan mengangkat nilai-nilai tradisi yang ada di Indonesia, INTI dapat tampil unik dan berbeda dari perguruan tinggi lainnya di dunia.
“Kita semua sarat akan nilai-nilai tradisi. Itulah ciri khas kita. Jadi INTI harus dikenal di mana-mana. Dengan ciri khas, INTI bisa tampil unik di mata dunia,” ungkap Ali.
Selain Ali Syahban Amir, konferensi ini juga melibatkan beberapa pembicara dan peserta dari Indonesia. Di antaranya, Kamaruddin, S.Pd., M.Si, dosen aktif di INTI yang juga berkontribusi dalam bidang pendidikan dasar, Supriadi, S.Pd., M.Hum., mahasiswa program doktoral dari UPI Bandung, dan Dra. Rina Jayani, Mont. Dipl., penggerak pendidikan usia dini berbasis Montessori dari Jakarta.

Konferensi ini memperlihatkan keragaman perspektif dalam dunia pendidikan, dengan peserta yang datang dari berbagai negara dan latar belakang. Diskusi yang berlangsung memberikan berbagai masukan berharga mengenai arah pendidikan masa depan, dengan penekanan pada pentingnya pendidikan berbasis lingkungan dan pengetahuan lokal.
Dengan suksesnya keikutsertaan Ali Syahban Amir di konferensi internasional ini, harapannya adalah agar lebih banyak kesempatan serupa dapat diikuti oleh sivitas akademika INTI. Ali percaya bahwa melalui kolaborasi global, INTI dapat lebih dikenal di dunia internasional dan terus berkembang sebagai lembaga pendidikan yang unggul dan berwawasan global.
“INTI akan tumbuh berkembang dengan gayanya sendiri, dengan mengangkat ciri khas dan kekuatan budaya Indonesia,” tutupnya.
Ke depan, diharapkan lebih banyak ide-ide inovatif yang dapat diterapkan dalam pendidikan Indonesia, yang tidak hanya berbasis teknologi, tetapi juga mengedepankan kearifan lokal dan kesadaran ekologis. Ini adalah langkah penting untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara digital, tetapi juga memiliki empati dan kecintaan terhadap budaya dan lingkungan mereka.
