IDMEDIA.ID, MAKASSAR – Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB) berkesempatan melakukan pengabdian kepada masyarakat berjudul “Upaya peningkatan Kualitas Hidup Pasien Lansia melalui Caregiver pendampingan Keluarga”.
Kegiatan yang menghadirkan sekitar 45 peserta yang merupakan caregiver keluarga, berlangsung di Puskesmas Jumpandang Baru, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (24/8/2024).
Pengabdian masyarakat ini diisi materi dari empat narasumber yaitu, dr. Saldy Meirisandy, SpPD FINASIM, Prof. apt. I Ketut Adnyana, M.Si., Ph.D., apt. Andi Muflihunna, S.Si., M.Si, dan Rahmawati Ramli, S.Kep.Ns.M.Kes.
Baca Juga : Dokter Tirta Lulus S2 dari ITB dalam 1,5 Tahun dan Cum Laude
Ketua panitia pengabdian masyarakat, Dr. apt. Pratiwi Wikaningtyas, menuturkan bahwa, saat ini ageing population atau populasi dengan usia lanjut di Indonesia meningkat.
“Kota Makassar termasuk ke dalam enam kota di Indonesia yang memiliki populasi lansia yang tinggi,” kata Pratiwi dalam sambutannya.
Sementara itu, pemateri pertama dalam pemparannya yang berjudul “Pengantar tentang Lansia dan Sindrom Geriatrik”, dr. Saldy Meirisandy, SpPD FINASIM, menjelaskan caregiver perlu memahami berbagai sindrom geriatri yang sering dialami oleh lansia.
Baca Juga : Dokter Tirta Lulus S2 dari ITB dalam 1,5 Tahun dan Cum Laude
Dimana kata dia, Terdapat 14 sindrom yang dikenal sebagai 14I dan 1F yang harus diperhatikan, yaitu: Immobility (kesulitan bergerak), Instability (mudah jatuh), Impotence (gangguan seksual), Infeksi (mudah terinfeksi).
Kemudian, Impairment of Hearing, Vision, and Smell (gangguan pada indra pendengaran, penglihatan, dan penciuman), Isolation/Depression (penarikan diri dan depresi), Impecunity (kesulitan ekonomi), Intellectual Impairment (gangguan intelektual/demensia),
Berikutnya, Iatrogenic (gangguan akibat pengobatan), Immune-Deficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh), Incontinence (gangguan kontrol buang air), Insomnia (gangguan tidur), Inanition (malnutrisi), dan Impaction (kesulitan buang air besar), serta satu sindrom “F” yaitu Frailty (kelemahan fisik).
Baca Juga : Dokter Tirta Lulus S2 dari ITB dalam 1,5 Tahun dan Cum Laude
“Pemahaman mengenai sindrom-sindrom ini sangat penting bagi caregiver untuk memberikan perawatan yang lebih empatik dan efektif kepada lansia,” tegas dr. Saldy.
Pemaparan kedua yang disampaikan oleh Prof. apt. I Ketut Adnyana, M.Si., Ph.D., dengan materinya “Harmoni untuk Hidup Sehat”, menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara kesehatan mental, fisik, dan spiritual dalam merawat lansia.
“Harmonisasi antara ketiga aspek ini adalah kunci untuk menjaga kualitas hidup lansia,” jelas Prof. Ketut.
Baca Juga : Dokter Tirta Lulus S2 dari ITB dalam 1,5 Tahun dan Cum Laude
Prof Ketut juga membahas strategi praktis untuk mendukung keseimbangan tersebut, termasuk pentingnya pola makan yang sehat, rutinitas olahraga, seperti yoga yang dapat membantu mengurangi stres, serta teknik relaksasi yang dapat diterapkan sehari-hari.
“Perawatan holistik seperti ini diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan pada kesejahteraan lansia,” terangnya.
Pemaparan materi ketiga dari Rahmawati Ramli, S.Kep.Ns.M.Kes, dengan judul “Perawatan Lansia”, menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan dasar lansia yang dapat dibantu oleh caregiver.
Baca Juga : Dokter Tirta Lulus S2 dari ITB dalam 1,5 Tahun dan Cum Laude
Rahmawati menjelaskan bahwa peran caregiver tidak hanya terbatas pada memenuhi kebutuhan fisik lansia, seperti memastikan nutrisi dan kebersihan, tetapi juga melibatkan perhatian khusus terhadap kesehatan mental mereka.
Ia juga mengingatkan bahwa kesehatan dan kesejahteraan caregiver itu sendiri tidak boleh diabaikan, karena caregiver memegang peran penting dalam memastikan lansia mendapatkan perawatan yang optimal.
“Menjaga keseimbangan antara merawat lansia dan merawat diri sendiri adalah kunci untuk keberhasilan jangka panjang dalam pengasuhan,” ujat Rahmawati.
Baca Juga : Dokter Tirta Lulus S2 dari ITB dalam 1,5 Tahun dan Cum Laude
Materi terakhir dari, apt. Andi Muflihunna, S.Si., M.Si., berbagi pengalamannya sebagai caregiver dalam menghadapi situasi yang menantang, seperti saat orang tua mengalami fraktur.
Andi Muflihunna menekankan pentingnya kesadaran bahwa peristiwa seperti ini tidak boleh menjadi sumber penyesalan, melainkan menjadi peluang untuk lebih memperhatikan keselamatan dan kesejahteraan lansia.
Ia juga memberikan saran praktis seperti penggunaan karpet anti-slip untuk mencegah jatuh, serta memastikan bahwa kebutuhan dasar lansia, seperti asupan makanan yang bergizi dan lingkungan yang aman, selalu terpenuhi.
Baca Juga : Dokter Tirta Lulus S2 dari ITB dalam 1,5 Tahun dan Cum Laude
“Dengan langkah-langkah tersebut, lansia akan merasa lebih dihargai, nyaman, dan termotivasi untuk menjalani kehidupan mereka dengan semangat yang tinggi,” beber Muflihunna.
Selain empat materi dari narasumber, peserta juga berkesempatan untuk mengikuti simulasi asuhan pasien lansia secara langsung yang dipandu oleh Ibu Rahmawati Ramli, seorang perawat berpengalaman di bidang asuhan pasien lansia.
Dalam simulasi ini, peserta dapat mempraktikkan teknik-teknik perawatan yang telah dipelajari, serta mendapatkan bimbingan langsung dalam menangani situasi yang sering dihadapi saat merawat lansia, sehingga diharapkan peserta dapat lebih memahami dan mengaplikasikan teori dalam praktik nyata.
Baca Juga : Dokter Tirta Lulus S2 dari ITB dalam 1,5 Tahun dan Cum Laude
Sekadar diketahui, Peran caregiver dalam mendampingi seorang pasien lanjut usia (lansia) sangatlah penting. Keberadaannya sangat diperlukan agar lansia tidak merasa sendirian.
Peran caregiver keluarga bisa sangat beragam, mulai dari memberikan bantuan dengan kegiatan sehari-hari seperti mandi, makan, dan berpakaian, hingga mengelola obat-obatan, mengatur janji medis, dan memberikan dukungan emosional yang diperlukan.
Mereka sering kali juga menjadi penengah antara orang yang mereka rawat dengan penyedia layanan kesehatan atau sosial lainnya.
Baca Juga : Dokter Tirta Lulus S2 dari ITB dalam 1,5 Tahun dan Cum Laude
Meskipun tugas-tugas ini bisa sangat memuaskan secara emosional, menjadi caregiver keluarga juga bisa sangat menuntut secara fisik dan emosional. Hal ini dapat menimbulkan stres, kelelahan, dan merasa terisolasi.
Namun, bagi banyak orang, peran sebagai caregiver keluarga juga merupakan ekspresi kasih sayang dan komitmen kepada anggota keluarga yang membutuhkan bantuan mereka.